Shalat Id pada Dua Hari Raya

13534

    Fenomena Id dalam Islam

    Ada dua hari raya bagi kaum muslimin yaitu, Idul Fitri yang dirayakan setelah puasa bulan Ramadhan, dan Idul Adha yang dirayakan setelah hari Arafah. Kedua hari raya tersebut menjadi pengganti hari raya orang-orang jahiliyah dan semua bentuk hari raya lain. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Dahulu orang-orang jahiliyah memiliki dua hari dalam satu tahun untuk berpesta pora, dan ketika Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam tiba di Madinah, ia bersabda, “Dahulu kalian memiliki dua hari raya dimana kalian berpesta pora, sekarang Allah menggantikan yang labih baik bagi kalian yaitu:Idul Fitri dan Idul Adha.” [HR. An-Nasa’i]

    Seorang muslim diharamkan ikut merayakan atau berpartisipasi pada perayaan-perayaan orang-orang kafir karena hari raya merupakan ciri yang istimewa bagi satu kaum. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “Untuk tiap-tiap umat diantara kamu, Kami berikan aturan dan jalan yang terang.” (Al-Maaidah: 48)

    Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mensyariatkan pada hari raya dua shalat Id yang menjadi karakteristik hari raya Islam yang paling menonjol.

    Hukum Shalat Id

    Shalat Id hukumnya fardhu kifayah, yaitu jika telah dikerjakan oleh sebagian kaum muslimin, maka yang lain tidak menanggung dosa walaupun setiap muslim sangat dianjurkan untuk melaksanakannya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam telah memerintahkan kaum muslimin untuk menunaikannya bahkan beliau memerintahkan para wanita muslimah, kecil maupun orang tua, termasuk wanita yang sedang haid. Walaupun ia tidak shalat namun dianjurkan untuk mendatangi tempat pelaksanaan shalat Id, hal ini menunjukkan penegasan terhadap perintah shalat Id. Di antara dalil kewajiban shalat Id adalah:

    1 - Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Maka dirikanlah shalat dan berkurbanlah.” (Al-Kautsar: 2).

    2 - Perintah Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam kepada kaum muslimin termasuk wanita muslimah untuk melaksanakannya. Dalam hadits Ummu Athiyah Radhiyallahu Anha disebutkan bahwa ia berkata, ”Kami diperintahkan oleh Rasulullah untuk menghadiri shalat Idul Fitri dan Idul Adha termasuk para wanita remaja [Al-awatiq artinya wanita remaja yang baru baligh], wanita haidh [Al-huyyadh artinya Wanita haidh], wanita dewasa [Dzawatul khudur artinya Wanita dewasa yang masih perawan], dan khusus untuk wanita haidh diperintahkan untuk menjauh dari tempat shalat namun mereka dianjurkan untuk mendengarkan khutbah yang berisi nasihat kepada kaum muslimin .” [HR. Al-Bukhari]

    Waktu Pelaksanaan Salat Dua Hari Raya

    Waktu Salat ‘Id dimulai dari naiknya matahari seukuran anak panah, selama ¼ jam setelah terbit matahari.

    Disunnahkan untuk menyegerakan waktu pelaksanaan salat ‘Idul Adha, agar cukup waktu yang digunakan untuk penyembelihan hewan kurban dan menunda pelaksanaan salat ‘Idul Fithri agar rentan waktu pembayaran zakat fitrah cukup panjang.

    Sifat Shalat Id

    Shalat Idul Fitri dan Idul Adha terdiri dari dua rakaat dan dilaksanakan tanpa adzan dan iqamah dan dengan bacaan yang keras. Cara pelaksanannya sebagai berikut:

    1 - Setelah takbiratul ihram dan membaca doa iftitah serta sebelum membaca ta’awwudz dan Al-Fatihah, disunnahkan bertakbir sebanyak tujuh kali.

    2 - Kemudian sang imam membaca ta’awudz dan basmalah serta Surah Al-Fatihah dan surah lain setelah Al-Fatihah. Pada rakaat pertama disunnahkan membaca Surah Al-A’la dan pada rakaat kedua membaca Surah Al-Ghasyiyah atau pada rakaat pertama membaca Surah Qaaf dan pada rakaat kedua membaca Surah Al- Qamar. Hal ini berlaku pada kedua shalat Id.

    3 - Pada rakaat kedua setelah takbir saat bangkit dari sujud dianjurkan untuk bertakbir sebanyak lima kali sambil mengangkat tangan setiap kali takbir.

    4 - Disunnhakan untuk memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala dan bershalawat kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam diantara takbir-takbir tersebut.

    5 - Jika imam telah salam, ia berdiri dan naik ke atas mimbar lalu menyampaikan dua khutbah. Antara kedua khutbah diselingi dengan duduk sejenak. Pada khutbah pertama dimulai dengan takbir sebanyak 9 takbir dan pada khutbah kedua dimulai dengan 7 takbir.

    6 - Pada Idul Fitri dianjurkan bagi khatib untuk mengingatkan kaum muslimin tentang hukum-hukum zakat fitrah. Sedangkan pada Idul Adha para khatib dianjurkan untuk menjelaskan tentang hukum-hukum berkurban.

    Tempat Pelaksanaan Shalat Id

    Disunnahkan melaksanakan kedua shalat Id di lapangan terbuka dan bukan di masjid, namun jika dalam keadaan terpaksa maka dibolehkan melaksanakannya di masjid.

    Hal-Hal yang Disunnahkan Dalam Shalat Id

    1 - Hendaklah kaum pria ketika mendatangi tempat shalat Id dengan penampilan menarik dan mengenakan pakaian terbaiknya. Berbeda dengan kaum wanita, mereka dianjurkan untuk menghadiri shalat Id tanpa berhias dan tanpa memakai wewangian.

    2 - Hendaknya kaum muslimin bersegara datang ke tempat shalat Id dan berupaya untuk duduk di shaf depan.

    3 - Dianjurkan berjalan kaki dan melewati jalan yang berbeda tatkala ia pergi dan pulang. Dari Jabir Radhiyallahu Anhu ia berkata, “Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wasallam jika pada hari id beliau melalui dua jalan yang berbeda.” [HR. Al-Bukhari]

    4 - Disunnahkan untuk makan sebelum berangkat menuju tempat shalat Idul Fitri. Sebaliknya pada shalat Idul Adha makan dilarang makan sebelum kembali dari tempat shalat.

    5 - Dianjurkan untuk mengakhirkan shalat Idul Fitri demi membuka kesempatan bagi kaum muslimin untuk membayar zakat fitrah sebelum mereka berangkat ke tempat shalat Idul Fitri. Sedangkan shalat Idul Adha disunnahkan mempercepat pelaksanaannya.

    Di antara Hukum-Hukum Shalat Id:

    1 - Makruh hukumnya melaksanakan shalat sunnah baik sebelum atau sesudah shalat Id ketika dilaksanakan di lapangan terbuka. Namun jika dilaksanakan di masjid maka dibenarkan melaksanakan shalat sunnah tahiyyatul masjid.

    2 - Disunnahkan bagi mereka yang terlambat dan hanya mendapati sebagian shalat Id untuk menyempurnakan shalatnya dengan cara dan sifat-sifatnya.

    3 - Allah Subhanahu wa Ta’ala memerintahkan kaum muslimin untuk memperbanyak takbir di penghujung bulan Ramadhan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Dan hendaknya kalian menyempurnakan bilangannya dan hendaknya kalian mengagungkan Allah atas petunjuknya.” (Al-Baqarah: 185). Kata “tukabbiru“ bermakna mengagungkan Allah dengan hati dan lisan.

    Adapun lafazh takbir adalah allahu akbar, Allahu akbar, La ilaha illallah wallahu akbar allahu akbar wa lillahil hamdu (Allah Mahabesar, Allah Mahabesar, tiada dzat yang berhak disembah kecuali Allah, Allah Mahabesar, Allah Maha besar, baginyalah semua pujian).

    4 - Dianjurkan bagi kaum pria untuk mengeraskan suara mereka saat bertakbir, berbeda dengan wanita yang diperintahkan untuk mengecilkan suara mereka.

    5 - Perintah bertakbir pada Idul Fitri dimulai ketika matahari terbenam di malam hari Id, jika telah ada kepastian berakhirnya Ramadhan sampai kaum muslimin mulai melaksanakan shalat Id. Sementara perintah takbir pada hari Idul Adha dimulai setelah shalat fajar di hari Arafah (9 Dzulhijjah) sampai setelah shalat ashar di hari ketiga hari tasyriq (tanggal 13 Dzulhijjah).

    Beberapa Arahan

    1 - Dianjurkan agar kaum muslimin saling memberikan ucapan selamat Hari Raya Id.

    2 - Dianjurkan bergembira dan menampakkan kebahagiaan di Hari Id serta memberikan ucapan selamat hari raya kepada keluarga, sahabat atau sesama kaum muslimin

    3 - Hari Raya Id merupakan momen berharga untuk menyambung tali silaturrahim yang sempat terputus atau mendamaikan orang-orang yang berselisih dan bertengkar

    4 - Tidak ada perintah khusus dalam Islam untuk menziarahi kuburan di Hari Id, bahkan hal ini kontradiski dengan subtansi Hari Id yang penuh dengan kegembiraan dan kebahagiaan.

    5 - Dibolehkan bagi seseorang untuk bersikap fleksibel dalam hal berpakaian, makan, minum dan melampiaskan kegembiraan di Hari Raya Id, selama tidak bertentangan dengan syariat, karena Hari Raya Id adalah hari yang penuh dengan kegembiraan dan kesenangan. Firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Katakanlah, ‘Dengan karunia Allah dan rahmat-Nya hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia dan rahmat itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.” (Yunus : 58).